Page Nav

HIDE

Grid

GRID_STYLE

Pages

Classic Header

{fbt_classic_header}

Header Ad

Breaking News

latest

Kita Sudah Duduk Bersama Walhi: Ini Kata kadis DPLH SulSel, Andi Hasdullah

MAKASSAR - Penambangan pasir laut yang dilakukan oleh kapal Queen of the Netherlands milik PT Royal Boskalis di perairan Takalar dan Makassa...



MAKASSAR - Penambangan pasir laut yang dilakukan oleh kapal Queen of the Netherlands milik PT Royal Boskalis di perairan Takalar dan Makassar, Sulawesi Selatan mendapat penolakan dari Walhi Sulsel.
Bahkan Walhi meminta izin tambang itu dicabut oleh Gubernur Sulsel. Pasalnya, Walhi menilai aktivitas penambangan tersebut menimbulkan dampak kerusakan bagi lingkungan pesisir dan kondisi sosial-ekonomi nelayan.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Hasdullah dengan tegas membantah tudingan aktivis Walhi yang mengatakan penambangan pasir yang dilakukan kapal asal Belanda itu mengurangi pendapatan nelayan khususnya masyarakat pulau Kodingareng.

"Ada isu yang mengatakan dengan adanya tambang pasir itu masyarakat Kodingareng mengalami penurunan penangkapan ikan. Saya jelaskan bahwa pengisapan pasir itu tidak berada di Kodingareng tetapi berada di Takalar, tepatnya di kecamatan Galesong Utara," tegas Hasdullah saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (22/9/2020).

Hasdullah juga menjelaskan bahwa jarak atau titik penambangan yang dilakukan kapal asal Belanda itu dengan Pulau Kodingareng cukup jauh yakni berkisar 12-13 kilometer.

"Sehingga isu daya tangkap ikan nelayan menurun itu juga tidak bisa dibuktikan karena radius pengisapan pasir ini hanya berdiameter 300 meter saja. Jika dilihat jarak antara lokasi penambangan dengan pulau jaraknya itu kurang lebih 13 km sehingga lokasi tangkap masih luas," urainya.

Mantan Kadis Kominfo Sulsel itu juga menanggapi isu terkait kekeruhan air akibat aktivitas penambangan. Hasil kajian amdal yang dilakukan DPLH, berdasarkan simulasi di lokasi pengerukan sesuai rekomendasi Dinas Perikanan, kekeruhan air hanya berdiameter 300 sampai 400 meter saja.

"Setelah itu air kembali jernih, karena dia menggunakan pengisapan teknologi tinggi. Lagipula teknologi itu tidak menggaruk pasir, dia hanya mengisap dengan teknologi tinggi sehingga daya kekeruhannya itu sangat minimal. Kemudian isu terjadinya abrasi di pulau Kodingareng itu tidak ada, karena jaraknya sudah jauh keluar berdasarkan Perda zonasi no 2 tahun 2019 tentang zonasi wilayah tambang wajib berada diluar 8 mil dari bibir pantai terluar," jelasnya.

"Tambang ini kan ada dua tahap, tahap pertama sebelum Perda sonasi itu keluar, yang titiknya dekat pantai, nah setelah pak Gubernur membuat perda zonasi ini menihilkan dampak negatif, Itu juga melalui kajian akademik dan dibahas dalam proses waktu yang panjang baru dapat disahkan. Perusahaan tambang yang ada saat ini yakni PT Banteng Laut dan Nugraha ini sudah sesuai dengan Perda sonasi itu," sambungnya.

Selain itu, Andi Hasdullah juga menanggapi isu masyarakat Kodingareng yang tidak dilibatkan dalam konsultasi publik. Hal itu diakui DPLH, merujuk pada data yang diperoleh tim amdal yang terdiri dari para ahli dan beberapa pakar yang telah melakukan kajian akademik dan penelitian langsung di wilayah tambang saat ini.

"Memang sebelumnya kita tidak libatkan masyarakat Kodingareng karena setelah tim amdal yang terdiri dari para ahli dan beberapa pakar melakukan kajian dan penelitian di titik lokasi tambang di Galesong Utara Takalar. Data yang diperoleh, nelayan yang beroperasi di titik tambang itu masyarakat nelayan Galesong Utara, tidak ada nelayan dari Pulau Kodingareng. Kemudian arah angin mengarah ke pantai galesong Utara," urainya.

Selain itu, potensi abrasi yang menunjukkan tanda itu hanya di wilayah Galesong Utara. Atas dasar itulah sehingga masyarakat Galesong Utara yang terlibat dalam studi sejak awal hingga akhir.

"Nah dalam perjalanannya (kajian amdal) masyarakat Kodingareng juga dilibatkan, bahkan kita sudah RDP dengan masyarakat Kodingareng di DPRD menghadirkan beberapa tokoh masyarakat, nelayan dan pemerintah setempat, mereka sepakat menerima pemberdayaan. Tetapi setelah beberapa bulan kemudian mungkin ada pembisik sehingga ada aspirasi (penolakan) yang turun," ungkapnya.

Perairan Kodingareng Jalur Perlintasan Keluar Masuk Pelabuhan Kapal Besar

Kadis DPLH Sulsel, Andi Hasdullah juga membantah isu yang berkembang bahwasanya kapal Queen of the Netherlands ini melakukan aktivitas penambangan di dekat Pulau Kodingareng itu tidak benar.

"Kapal ini hanya ada lima unit di dunia, teknologinya sangat canggih sehingga terpantau oleh Kementerian Perhubungan. Kemudian, secara jejak elektronik dan tatacara pengambilan pasir bisa dilakukan nanti setelah kapal itu berada pada titik koordinat yang telah ditentukan. Sehingga saya merasakan mungkin saja masyarakat Kodingareng ini menganggap bahwa kapal itu melakukan pengambilan pasir didekat pulau padahal itu memang jalur perlintasan yang telah ditetapkan Kementerian Perhubungan menuju pelabuhan, kapal itu hanya melintas sesuai jalur yang ditetapkan," urainya lagi.

"Sebelum sebelumnya memang kapal besar lewat melalui jalur itu. Jadi kemungkinan kapal ini mendekat untuk melintas dikira menambang," sambungnya lagi.

Andi Hasdullah juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah memanggil pihak PT Bantaeng Laut dan Nugraha serta PT Pelindo IV (Persero) terkait laporan amdal selama beroperasi.

"Saya sudah rapat dengan konsultan apakah kajian amdal ini sudah dilakukan dengan ilmiah dan profesional. Hasilnya dari kesimpulan rapat itu bahwa kajian amdal itu sudah dilakukan dengan sangat cermat dan profesional," imbuhnya.

Sehingga, jika Walhi bersama rekannya meminta izin tambang itu dicabut, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Lantaran ijin tambang yang telah keluar sudah melalui kajian yang sangat cermat dan ketat.

"Meminta ijin dicabut tanpa bukti tidak semudah itu. Karena ijin itu keluar melalui proses yang panjang, tidak mudah dan tentunya dengan kajian dan penelitian yang sangat cermat dan ketat. Jadi tidak mudah mencabut ijin tambang, harus ada bukti-bukti pelanggaran 1,2 dan 3. Ketika kita cabut juga tanpa ada bukti dan alasan tepat, kita bisa dituntut, disamping itu, program Sulsel ramah investasi juga akan terbantahkan, lagi pula ini proyek pembangunan nasional untuk kepentingan bersama," katanya.

"Jika WALHI mempermasalahkan soal amdal mari kita cek fakta sama-sama. Kita turun sama-sama ke lokasi," pungkasnya. (*)

Penulis: Asdar Bintang Top,
Editor: A2W.

Tidak ada komentar